Thursday, August 27, 2009

Remember The Time

Di malam ke-enam taraweh ramadhan, di sudut mesjid sebuah komplek nan-asri, kuangkat kedua tanganku – Allaahuakbar . Seperti lima malam sebelumnya, setiap kali kumulai sholat sunnah tahiyyatul masjid, selalu pikiranku tertambat pada satu sosok yang tak kan tergantikan apapun dan siapapun juga – yaitu dirimu, Mama. Kau yang pertama kali mengenalkan aku pada masjid, pada sholat-sholat sunnah yang biasa dilakukan di masjid, termasuk ketika pertama kali kulaksanakan sholat tahiyyatul masjid ku dulu. Aku lupa persisnya umur berapa aku waktu itu, yang pasti tidak lebih besar daripada syifa-ku sekarang.
Ach Mama…jika saja kau masih ada, kau pasti senang melihat dua peri kecilku ini, apalagi jika kita bisa bersama-sama pergi teraweh ke mesjid yang jaraknya mungkin hanya dua depa dari rumah kami. Kau tahu, cucumu itu, umur sembilan tahun sudah bisa baca al-quran lengkap dengan tajwidnya, hal yang bisa aku lakukan setelah aku kelas enam es-de dulu, itupun dengan tiap hari belajar madrasah di masjid Al-ittihad. Masjid itu sampai kini masih ada, Ma…tempat kita berdua selalu berpeluh-peluh menjalankan teraweh. Tapi aku selalu gembira ketika tiba waktunya pergi kesana, berjalan kaki bersamamu. Ach…apapun yang kulakukan bersamamu, selalu membuatku aman, terlindungi, merasa berbuat kebaikan. Apapun itu, tak hanya pergi ke masjid.
Mama tahu, kenapa aku ngotot “pasang target” menikah di usiaku yang ke-25 ? Karena aku ingin, nantinya anak2ku bisa merasakan hidup lebih lama bersamaku, dan aku tak terlalu tua untuk mendampingi mereka di taman kanak-kanak hingga mengantarnya ke tempat kuliahnya. Dan masih cukup kuat untuk ikut menjaga cucu2ku nantinya.
Setiap kali ku membayangkanmu, tak bisa kupungkiri, kekhawatiran akan kehilanganmu menggelayut disana. Ingin aku membuatmu menjaga anak2ku kelak, agar kau bahagia, karena aku yang terakhir ini, benar2 bisa ‘melepaskan’ beban tanggungjawabmu di dunia, bahwa kau dan ayah tercinta, sudah ‘menamatkan kuliahmu’ di dunia, yaitu mendidik anak2mu menjadi anak2 yang mandiri dan sholehah.
Bahagianya aku ketika di hari pernikahanku dengan pilihanku yang sangat kau restui (dan kini, setelah sepuluh tahun aku bersamanya, baru kutahu, kau benar mama, dia memang terbaik untukku, Cuma dia yang bisa mengerti anakmu yang keras kepala ini). Pun ketika syifa masih berada dalam rahimku, hingga enam bulan usia kehamilanku kau masih sehat, membawakan bekal ini - itu untukku ke kantor. Tapi, apa daya, rahasia Tuhan memang hanya dia yang tahu. Tiba-tiba saja cahaya dalam hidupku redup, tak lama kemudian padam- di malam itu- di malam pertama kalinya kulaksanakan sholat tahajud, karena kau sedang berjuang menantang maut, di ruang ICU dengan selang2 memenuhi sekujur tubuhmu, tak ada satu lubangpun yang tak dimasuki selang. Hatiku hancur, syifa dalam perutku menendang-nendang terus hingga sakit, tak biasanya bayiku seperti itu. Malang buatku, ingin selalu di sampingmu, tapi suster dan RS samasekali tidak mengijinkan ibu hamil menunggu di dalam kamar ICU. Begitupun matu, keras menyuruhku pulang, karena aku harus memikirkan jabang bayi yang ada dalam perutku, yang seminggu lagi genap 7 bulan. Kubawa hatiku yang hancur meninggalkan Pelni, tak sedikitpun kudapat pejamkan mata. Kubersujud dihadapanNYA, memohon yang terbaik untukmu – itulah kali pertama ku begitu khusyuknya bertahajjud, serasa Allah begitu dekat, hanya sejengkal dari batang leherku – kumohon, jika memang ini sudah tiba waktumu meninggalkan kami semua, kumohon jangan sakiti dirimu, biarlah kau pergi dengan senyum, tanpa selang2 itu yang menusuk sana sini di tubuh lemahmu. Kumohon pada Allah untuk memberiku kekuatan, memberiku keikhlasan untuk melepasmu menuju kehidupan yang baru. Airmataku tumpah seluruhnya membasahi sajadahku waktu itu, perutku yang besar tak kuhiraukan lagi, kuajak bersujud lama, syifa berhenti menendang-nendang. Mama…ternyata baru kutahu, kau pergi disaat-saat ku mohonkan permohonan terakhirku itu, kau ternyata benar datang padaku , di kamar itu, seolah berkata “mama pergi ya Dek, jaga bayimu baik-baik, mama pergi gak jauh kok, mama mau ketemu sama ayah, kami akan selalu mendampingimu, jangan tinggalkan sholat dan rukun2lah selalu kalian berlima” pesan yang selalu kalian dengungkan ke kami berlima, sama seperti ketika kalian hendak berhaji.
Dan…syifa pun kubesarkan tanpa bantuan orang yang paling berkompeten mengurus bayi, aku benar2 merindukanmu saat itu. Aku benar2 membutuhkan kehadiranmu saat itu, aku limbung dan gamang, aku sendiri, aku merasa tak berdaya. Baby blues tak dapat kuhindari, pertengkaran demi pertengkaran semakin menjadi, sampai tak direncanakan, tisha telah hadir dalam rahimku. Aku semakin merindukanmu, ma…juga telatennya ayah. Aku sering berkhayal, ayah membawa syifa dan tisha berjemur di pagi hari, seperti yang dilakukannya kepada cucu2nya yang lain. Aku iri pada kakak2ku, betapa mereka ‘puas’ mereguk indahnya kasih sayang kalian bahkan sampai mereka berumahtangga.

Untunglah aku ingat semua yang selalu kalian pesankan, bahwa ketika tak ada siapa2 lagi tempat kita bergantung, cukup Allah SWT yang jadi penolong kita.
Kubesarkan kedua peri kecilku dengan peluh dan airmata ku, kurelakan ‘masa depanku’ yang cerah di kantor BUMN itu, yang selalu jadi kebanggaan ayah, demi membesarkan anak2ku menjadi anak yang sholehah dan mandiri.
Dan kini,setelah sepuluh tahun perjuanganku, mulai kulihat ‘pohonku’ kini mulai menampakkan buah2nya yang masih seukuran tunas, namun kuyakin perlahan tapi pasti dia akan berbuah seperti yang kuharapkan, insyaAllah.
Syifa di usianya yang ke delapan, sudah mampu baca qur’an, ma…dan sekarang tajwidnya mulai pelan2 bisa dia perbaiki. Tisha, mungkin karena lebih manja, belum sepintar kakaknya, tapi tinggal selangkah lagi, untuk bisa menyamai kakaknya. Sholat mereka alhamdulillah bisa lima waktu, walau harus selalu aku awasi. Mama dan Ayah pasti bangga dengan mereka, apalagi kalau bisa sholat teraweh dengan mereka. Terkantuk2 mereka khusyuk mengikuti 11 rakaat yang cukup melelahkan. Paling sesekali si kecil tisha, bermalas2an di atas sajadahnya, jika dia rasa capek mengikuti sholat. Tapi dia sudah hapal doa qunut, ma…dan tiap subuh, aku ingatkan kembali, untuk dibacanya di rakaat kedua. Aku ingiiiiiiiiiiinnn sekali menunjukkan pada mama-ayah, bahwa inilah sebagian hasil kerja kerasku selama ini. Tentu saja dengan prestasi mereka di sekolah yang cukup membuatku tenang- sama seperti ayah dulu “keras” terhadap ranking kita berlima- harus masuk lima besar, minimal sepuluh besar (masih lekat di ingatanku, selalu deg2an kalau bagi rapot, pasti ayah marah kan…tapi itulah rasa sayangmu yang selalu kurindu, Yah..).

Ramadhan masuki hari keenam, alhamdulillah masih banyak waktu untukku berbenah diri. Ma, kalau kubaca yasin setelah sholat dhuha ku, ingatanku melayang lagi ke sosokmu, yang dulu, tak kurang dari tujuh kali mengulang yasin setelah sholat maghrib. Dan kau tahu, jika kusakit & hanya berbaring di tempat tidur, aku bisa hapal sedikit demi sedikit bait2 ayat suci itu, karena begitu seringnya kudengar kau melantunkannya. Ach…sesuatu yang hingga kini belum bisa kusamai. Tapi aku berusaha membaca ayat2 suci itu, Ma…Tak hanya yasin, al-waqiah, ar-rahman, yang selalu kau ingatkan aku untuk membacanya di waktu2 tertentu, tapi juga kuusahakan untuk selembar demi selembar agar aku bisa mengkhatamkannnya.
Ramadhan…bulan dimana selalu kuingat dirimu, ayah, eyang, dan semua yang telah berada ‘disana’ karenanya, kuusahakan selalu agar doaku terkirim, sampai ke tempatmu berada. Istirahat yang tenang wahai orang2 terkasihku, ku selalu bermohon agar doa2 terbaikku untuk kalian di-ridhoi Allah SWT, disampaikan dan dijadikan oleh Allah SWT.
Allahumma firli waliwalidayya warhamhuma kama robbayani soghiro. Subhana rabbika rabbil izzati amma yasifun wasalamun alal mursalin, walhamdulillahirrobbil alaamiinn.

Saturday, August 22, 2009

Ramadhan, Kali ini Aku yang datang kembali padamu

Subhanallah, masih terasa belaian kasih sayangMU padaku, dan aku betul-betul kehilangan kosa kata untuk menuliskan perasaanku selama dua minggu ini. Magnificent is not enough. GOD, here I am, I miss you, I abandoned you then now I’m crying like a child begging for your forgiveness with all of I’ve done to you…Shame on Me!

Dimulai dari teguranMU padaku di minggu2 berat ini, dan rinduku pada almarhumah yang kian mencapai puncaknya di saat2 bulan suci , terlebih ketika kubaca tulisan kawan yang ini dan yang ini, aku serasa mendapat tamparan sayang dariMU bahwa aku telah jauh pergi meninggalkanMU. Padahal aku sudah mulai sadar dikala kubuat tulisan ini namun kesadaranku malah menyeretku jauh mengikuti sesatnya musuhku. **Audzubillahiminasysyaitonnirrojiim**

Ya Ilahi Robbi, jangan biarkan lagi aku lemah, menyerah, melupakan keberdayaanku sendiri, kumohon bimbinganMU selalu, dan kupercaya itu, karena kini telah terbukti KAU tidak meninggalkanku. Aku ingin bangkit (lagi) memulai segalanya dengan awal yang baru (lagi), hanya Engkau dan aku yang tahu, apa yang kumaksudkan. Terimakasih telah memberiku jalan, memberiku petunjuk untuk kembali meniti di jalur yang benar.

Aku lihat senyum mama & ayah lagi kali ini, memberiku selamat karena berhasil (lagi) memecahkan soal dari MU. Mah,Yah, istirahat yang tenang, Ade sudah gakpapa, kok. Hanya rindu yang gak penting : kangen sungkeman di hari pertama labaran, kangen sayur ketupat mamah (mah, matu udah ampe sepuluh tahun gini, masih aja gak bisa bikin sayur yang rasanya sama ama mama, padahal udah diresepkan dulu ya…Payah deh!), kangen bentakan Ayah di subuh buta kalo kita blum pada mandi, sedangkan jam 6 tu udah penuh di lap sholat ied, kangen semuanya, semuanya dari mulai malam takbiran sampai malam hari pertama idul fitri….

Friday, August 7, 2009

Hamba Bertanya dan (MUNGKIN) Tuhan Menjawab

Pada suatu titik di perjalanan hidup kita, ada satu noktah dimana kita melihat dari kejauhan, bahwa agama, bukanlah sebagai identitas, tapi menjelma menjadi kebutuhan aktualisasi diri, ingin diakui keberadaan kita oleh Tuhan, ingin diperhatikan. Mendekat selalu kepada Tuhan merupakan primary needs bukan hal terpisah – kita ada karena Tuhan dan Tuhan ada buat kita.
Kapankah itu ?
Waktu bukanlah hal yang penting untuk dipertanyakan. Bahwa hal itu akan datang pada kesadaran penuh pikiran seseorang sekali dalam masa hidupnya adalah hal wajar. Jika ia tak pernah merasakan membutuhkan hal itu adalah sesuatu yang menyedihkan. Adalah manusiawi pula ketika tiba waktu untuk penglihatannya tajam melihat namun tak ia indahkan. Lebih sia-sia lagi jika sepanjang hidupnya ia tak berusaha menemui noktah tersebut, mencari dimana penglihatannya bisa jelas melihat.

(Besar Kemungkinan) Saya sudah melewati sahara itu, melihat noktah itu dari kejauhan dan sekarang sudah merupakan bayang samar makin lama makin bisa terlihat jelas, ketika saya kelelahan melintasi sahara membelah angin. Ketika saya kelelahan, saya semangati diri saya, bahwa titik di kejauhan itu sudah menjadi bayangan, dan tinggal selangkah lagi saya bisa menemui bayang itu, tinggal selangkah lagi ! Setelah itu saya bisa melepas dahaga, meletakkan beban, menghilangkan penat. Ketika sudah tiba di haribaanNYA saya akan meninggalkan semua beban ini, sekaligus melepaskan kesenangan-kesenangan ini, menggantinya dengan kenikmatan-kenikmatan tak terkira yang hanya bisa saya bayangkan ketika saya masih dalam perjalanan melintasi padang sahara kehidupan. Segala sesuatu yang Cuma menjadi impian ketika saya hidup

Dan pada saat itu, mungkin obrolan saya dengan Allah azzawazahla , tak akan lagi ada artinya – saya memerlukan dialog ini terjawab ketika saya sedang tertatih, terseok, terhuyung-huyung menghadang angin, kehausan, kelelahan bertahan dalam perjalanan saya – karenanya, saya mencoba menyimak.

Hamba : Tuhan, mengapa cobaan ini terus yang kau berikan kepada hamba ? Serasa habis daya hamba untuk menyelesaikannya, mati rasa hamba menjalaninya. Mengapa Tuhan ?

Tuhan : Coba kau renungkan, apakah anakmu mendapati soal yang sama setiap tahunnya ketika ujian kenaikan kelas ?


Hamba : Aku sudah tahu arah pembicaraanMU, dan itu pula yang selalu kudengan berkali-kali, berrrrrrulang-ulang dari para ulama yang membuat aku bosan, muak melihat kehidupan asli mereka yang tidak lebih baik dari ahlak seorang supir antar jemput sekolah. Adakah jawaban lain, selain aku belum naik kelas ?


Tuhan : kalau kau belum naik kelas, aku terpaksa mengulanginya, bahkan bukan tidak mungkin akan kuberikan kau soal yang lebih mudah sesuai dengan kemunduranmu, sehingga di lain waktu kau harus bekerja keras dua kali lipat untuk menyelesaikan soal yang sama yang dulu pernah kuberikan. Dan masih dengan kemungkinan kau bisa tidak lulus lagi.

Hamba : haruskah setiap waktu kau berikan soal2 itu, bolehkah kuminta saja kau menghentikannya, karena aku merasa sudah cukup banyak tahu ?
Tuhan : apa yang akan kau lakukan ketika anakmu menghendaki berhenti belajar apapun, karena dia merasa sudah banyak memiliki ilmu ? apa yang kau lakukan jika ia menghendaki tak berbuat apapun sepanjang sisa umurnya ? itukah yang kau inginkan ?

Hamba : kalau begitu, bagaimana caranya agar aku di perhatikan olehMu, dibantu ketika merasa buntu, disayang ketika jatuh sakit dan terpuruk ? aku berusaha memohon padaMu, tapi sepertinya tak dindahkan.

Tuhan : jika anakmu lebih dari satu, atau mungkin hanya satu –sama saja- apa yang membuatmu lebih sayang kepadanya dibanding lainnya ?

Hamba : yang selalu mengikuti perintahku, memahami keinginanku atas dirinya, yang bertanya tanpa kurang ajar, yang memprotes tanpa lupa tetap merendah.

Tuhan : jikalau begitu, turuti semua perintahKU, jauhi segala yang tidak KUsuka, sampaikan keluhmu tanpa perlu kau lakukan yang KUbenci, selalu mencoba pahami apa yang KUinginkan atas kehadiranmu di dunia.

Hamba : rasanya semua itu sudah pernah aku lakukan, tapi mengapa aku merasa KAU pilih kasih, KAU tidak adil , aku tak pernah KAU beri kesempatan untuk merasakan nikmatMu lebih lama ?

Tuhan : pernahkah kau temui anakmu mencampakkan dan tidak menghiraukan mainan terbaik yang sengaja kau belikan untuknya sebagai hadiah atas prestasinya yang luar biasa ? apa yang kau lakukan terhadapnya jika kau marah ? akankah kau buang mainannya itu ? atau kau peringati dia sebelum kau marah terlalu dan membuang mainannya ?
Hamba : mungkin. Bisa ya, bisa juga tidak, jika kesabaranku habis.

Tuhan : Kesabaran bukan kata yang tepat untukku. Kuasaku yang menyelamatkanmu. Aku berkuasa merampas kembali dengan paksa semua yang telah Kuhadiahkan kepadamu, tanpa perlu Kubertanya atau memperingatkanmu, jika memang itu Kurasa terbaik bagimu. Itukah yang kau inginkan dariKu, menunggu marahKU yang terlalu, baru kau tersadar dan menyesal ? meratapi hadiah-hadiah dariKu yang telah hilang binasa ? Perlukah hal itu terjadi lebih dulu, sesal tiada guna yang datang kemudian ?


Hamba : Terdiam. Tercenung. Tergugu. Berkontemplasi. Tak mampu meneteskan air mata, sudah kering. Dadanya sesak, tapi seluruh air dalam tubuhnya tersangkut di tenggorokan, membuatnya tercekat.


Tuhan : bertanyalah padaku, aku akan senang membantumu. Jangan kau bertanya pada yang lain, sama halnya seperti kau duakan Aku, Aku takkan senang. Sapalah Aku, disela-sela perjalananmu, disetiap jengkal kau istirahatkan kakimu, disetiap waktu kau basuh wajahmu ketika kau merasa kering. Aku akan setia melayani semua pertanyaanmu, semua kekurangajaranmu, semua protes kerasmu, bahkan terkadang cacianmu padaKu, selama tak kau duakan Aku, tak kau dustakan ucapanKu. Aku senang kau mau belajar, kau mau berusaha bertahan demi menyelesaikan sisa perjalananmu. Aku senang kau berharap sesuatu yang kau impikan akan menjadi nyata di akhir perjalananmu, karena itu artinya kau percaya pada KU. Itu artinya kau berterimakasih pada KU. Tetaplah bertanya pada KU, tetaplah meminta petunjuk KU, karena Aku takkan bisa mendengar jika tak ada satu patah katapun kau tujukan pada KU. Bukan kata-kata yang kau hapalkan setiap hari, tapi HANYA bisikan yang kau lafazkan dengan penuh cinta yang mampu Kudengar indahnya, tentu saja jawaban indah yang akan Kuberikan padamu.

Hamba : cukupkah hanya kata maaf yang hamba ucapkan ? tak tahu lagi harus berkata apa, serasa semua pertanyaanku adalah pertanyaan bodoh, idiot. Aku mohon maafMu…

Tuhan : sudah kumaafkan sebelum kau memintanya, jika kau rasa kalimatmu belumlah cukup, buatKu cukup sudah jika kau melanjutkan sisa perjalananmu ini dengan satu keyakinan yang bertambah, bahwa Aku menghadiahkan ini semua untukmu. Tak ada tindakanmu yang terlalu kurang ajar selain berpaling dariku. Ingatkan dirimu untuk selalu menjauhkan perbuatan itu. Tanyalah padaKu, memintalah padaKu, yakinlah akan ketentuanKu yang terbaik bagimu.

Wednesday, August 5, 2009

Lagu Sedih

Tiba2 lagi seneng dengerin aja, gak ada apa2


Lagu Sedih - Mulan Jameela

Mumpung masih ada ide

Lumayaaan, masih ada ide & inspirasi muncul, walau kadang gak greget pas udah nulis, tiba2 blank....tau knpa akhir2 ini agak susah, gak fokus...penyakit lama gw mulai muncul di pikiran & mengganggu - sangat !


Yang ini lagi sebel ama ssorg disana yg udh berubah jadi nyebelin (tp gak ngaku kl berubah)

Yang ini abis ceting ama Ade

Yang ini lagi iseng gara2 si abang tukang bendera lewat (gak keren bangets!)

Yang ini kurang greget, tau napa idenya nyangsang kemana-mana,pdhl tru sentori

yach, segitu aja sich, lagi nunggu imel-nya ssorg, kok gak ada jwbn satu juga ya...hmm, beginilah, kalo lagi mau maju, jalannya susah banget, ada aja halangannya...Tetap SEMANGAAAAATTTTTT !!!!!

Sunday, August 2, 2009

My One Day Journey Of Heart

Pada dasarnya semua perjalanan adalah perjalanan kejiwaan –pakdhe MT’s note- si pakar motivasi nomer satu itu. Sometimes I wonder, does he ever feel like falling down to the bottom ? Does he ever really broke – can’t buy anything even the primary needs ? Does he ? really like us – I mean, like I am ? If all the answer is yes, the next question is, how long did it takes to raise him up ?

Because sometimes whatever he says doesn’t have any meaning to me, it’s not applicable, he’s such a big liar whatsoever, or is it me being a loser, couldn't get how the bittersweet, what it was.

Hari ini ada 2 pelajaran yang mungkin bisa aku ambil. Pertama tentang cinta – huehh, kata2 yang tak akan pernah usang hingga peradaban berakhir- lewat penglihatan nyata dengan mataku sendiri, menyaksikan pembuktian bahwa cinta itu indah, tidak menyakiti.

Adalah salah seorang teman sekolah dulu waktu masih umur belasan, belum bisa dibilang sahabat, jika diukur dari kedekatan kami. Anak temanku ini, berulangtahun pada hari ini, syifa-tisa diundangnya, kebetulan bukan pesta biasa, lumayan mewah buat ukuran anakku. Ada MC, badut, sulap, permainan sembari pesta kebun, kali ya.(gak pernah ngehadirin pesta keboen…:D) yach, pokoknya lumayanlah, maklum, papa temanku mantan menkeu di era sblm GusDur memimpin, jadi walau cm ultah, tapi buat aku kayak pesta kawinan sederhana :D **makloom, aku kek-nya masih tergolong kaum marjinal**

Ayah si anak yg ultah tadi, ada di sampingnya, memimpin doa ketika sebelum acara puncak tiup lilin. Sekilas gak ada yg aneh, dong ya-secara emang sewajarnya bapak si anak yg mimpin doa , ditemani ibunya , berdua mereka mengapit sia anak yg sedang berbahagia. Seorang pria seumuran ayahnya, berdiri di seberang meja kue ultah, mengabadikan momen itu dengan kameranya, pria yang…dipanggil honey oleh ibunya si anak…(udah ngeh blom??)..oh, hehh ? yup ! pria ‘si tukang foto’ itu adalah suami sah ibunya yang sekarang, ayah kedua bagi si anak ini. Means, ayah kandungnya memang yang ada di sebelahnya !

Buat saya pemandangan itu ‘menakjubkan’ melihat bagaimana mereka saling berinteraksi, antara ayah dan anak lelakinya, antara ‘mantan suami’ ke ‘mantan istrinya’ dan antara dua lelaki yang keduanya mengisi lembaran hidup si ibu, serta bagaimana anak2 mereka menerima semua keadaan itu…amazing, patut dicontoh !

Selamanya gak akan ada yang namanya perceraian baik-baik, yang sebenarnya terjadi adalah perpisahan yang diterima dengan baik. Maksudnya, perceraian ada pasti karena sesuatu yang tidak baik, yang menyakitkan. Tapi, ketika perpisahan menjadi suatu hal yang nyata, kelapangan hati untuk menerima kenyataan itu sebagai suatu bagian perjalanan hidup, adalah menjadi suatu tolok ukur kualitas kepribadian orang-orang yang terlibat didalamnya. Dan yang ada di keluarga ini, patut dicontoh – bukannya saya bilang bercerai itu bagus, tapi bagaimana kita harus menyikapinya jika hal itu tidak bisa dihindarkan, itu yang patut dicontoh. Antara mantan suami dengan mama teman saya, dengan papa teman saya, masih baik komunikasinya. Cuma yang saya tidak lihat tadi adalah interaksi antara si mantan suami dengan suami teman saya yang baru, sepertinya mereka tidak pernah bicara. Hal yang wajar, begitu juga dengan teman saya dengan mantan suaminya, interaksi mereka hanya seputar kelengkapan materi pesta, that’s all. Tapi mantan suami masih bisa ber-hai2 dan salaman, cipika cipiki dengan keluarga & kerabat teman saya, bahkan, ketika berkumpul laki2 semua, antara mantan dan suami yang baru, ikut membaur…amazing !

Disitulah saya melihat pelajaran berharga itu : Bahwa Cinta Itu Pada Akhirnya Memang Kasih, Cinta itu Kasih, dia tidak menyakiti, dia tidak membawa derita, cinta itu mengayakan. Dengan cinta, hati kita bisa kaya, hati kita mestinya bisa membedakan antara egois dengan mendahulukan yang seharusnya, dengan cinta kita belajar bahwa manusia harus saling menghargai. Jika memang ada cinta, gak akan ada yang harus dikorbankan, apalagi anak-anak buah cinta itu sendiri. Saya melihat betapa harmonisnya keluarga ini, saling menghargai bukan berarti ikut campur urusan pribadi orang lain. Menghargai berarti memandang ‘bagaimana’ orang itu, bukan ‘siapa’ orang itu. Dengan cinta, mestinya semua bisa jadi teman, jadi sahabat, gak akan berubah jadi musuh. Tentu saja cinta yang saya maksud disini adalah cinta yang tulus, tanpa pamrih, semata ingin ‘memberi’ tanpa mengharap sesuatu berlebih, cukup kedamaian yang dibawanya menjadi balasannya…indah !


Pulang dari acara ulangtahun, ngumpul bareng temen-temen di citos.

Pelajaran kedua- tentang arti seorang teman. Betapa teman-teman yang baik, memang akhirnya akan membawa kebaikan buat kita. Membawa pencerahan buat kita. Menghibur hati yang sedih, menemani kita yang sedang berjuang menahan perihnya luka, atau sekedar ‘memperhatikan’ bagaimana kita merawat luka yang menganga, ikut melelehkan air mata ketika kita mengerang saat ‘obat luka’ diteteskan dan luka sedikit dibuat koyak agar lebih steril, bahkan terkadang mereka ikut meraung bersama kita, seolah tahu apa yang kita rasa saat itu. Karna mereka memberikan ‘hatinya’ buat kita, jadi , balasan apa yang pantas untuk teman-teman seperti ini selain kita berikan hati kita juga untuk mereka ? Teman-teman seperti ini kadang tak pernah berbasa-basi, bahkan kadang bertahun kita tak jumpa, bahkan sekedar sms pun tak kita sempatkan. Tapi ketika hati kita terluka, mereka bisa merasakannya, tanpa kata mereka menghibur kita, membelai kita dengan joke yang benar-benar lucu dalam arti yang sebenar2nya…Thank God for giving me all of them. Sometimes if we wanna just laughing together without thinking so much, they are really the good accompanion.


“Sederhanakan persoalan rumit dengan tindakan, persoalan besar sebisa mungkin dibuat ‘kecil’ dan persoalan kecil tidak perlu dibesar-besarkan”


**tiba-tiba jadi inget lagi ama janji ketemu sahabat gw yg antique itu**Dohhh, kumizzz, gw blon nemu cara gemana kita bisa ketemu, yak ? – however, gw gak bisa ngeduluin loe dari hubby – yeuh, lo jadi rafting gak seeh, kalo jadi, ya alhamdulillah deh (LOHHHHHH???)- ya berarti khan, waktu belon berpihak kepada kita, buat ketemu – khan loe mau rafting ? :)) :)) Syapa tau abis lebaran, bisa ketemuan bertiga aja deh, lebih gampang buat gw ngomong ke hubby .