Friday, August 7, 2009

Hamba Bertanya dan (MUNGKIN) Tuhan Menjawab

Pada suatu titik di perjalanan hidup kita, ada satu noktah dimana kita melihat dari kejauhan, bahwa agama, bukanlah sebagai identitas, tapi menjelma menjadi kebutuhan aktualisasi diri, ingin diakui keberadaan kita oleh Tuhan, ingin diperhatikan. Mendekat selalu kepada Tuhan merupakan primary needs bukan hal terpisah – kita ada karena Tuhan dan Tuhan ada buat kita.
Kapankah itu ?
Waktu bukanlah hal yang penting untuk dipertanyakan. Bahwa hal itu akan datang pada kesadaran penuh pikiran seseorang sekali dalam masa hidupnya adalah hal wajar. Jika ia tak pernah merasakan membutuhkan hal itu adalah sesuatu yang menyedihkan. Adalah manusiawi pula ketika tiba waktu untuk penglihatannya tajam melihat namun tak ia indahkan. Lebih sia-sia lagi jika sepanjang hidupnya ia tak berusaha menemui noktah tersebut, mencari dimana penglihatannya bisa jelas melihat.

(Besar Kemungkinan) Saya sudah melewati sahara itu, melihat noktah itu dari kejauhan dan sekarang sudah merupakan bayang samar makin lama makin bisa terlihat jelas, ketika saya kelelahan melintasi sahara membelah angin. Ketika saya kelelahan, saya semangati diri saya, bahwa titik di kejauhan itu sudah menjadi bayangan, dan tinggal selangkah lagi saya bisa menemui bayang itu, tinggal selangkah lagi ! Setelah itu saya bisa melepas dahaga, meletakkan beban, menghilangkan penat. Ketika sudah tiba di haribaanNYA saya akan meninggalkan semua beban ini, sekaligus melepaskan kesenangan-kesenangan ini, menggantinya dengan kenikmatan-kenikmatan tak terkira yang hanya bisa saya bayangkan ketika saya masih dalam perjalanan melintasi padang sahara kehidupan. Segala sesuatu yang Cuma menjadi impian ketika saya hidup

Dan pada saat itu, mungkin obrolan saya dengan Allah azzawazahla , tak akan lagi ada artinya – saya memerlukan dialog ini terjawab ketika saya sedang tertatih, terseok, terhuyung-huyung menghadang angin, kehausan, kelelahan bertahan dalam perjalanan saya – karenanya, saya mencoba menyimak.

Hamba : Tuhan, mengapa cobaan ini terus yang kau berikan kepada hamba ? Serasa habis daya hamba untuk menyelesaikannya, mati rasa hamba menjalaninya. Mengapa Tuhan ?

Tuhan : Coba kau renungkan, apakah anakmu mendapati soal yang sama setiap tahunnya ketika ujian kenaikan kelas ?


Hamba : Aku sudah tahu arah pembicaraanMU, dan itu pula yang selalu kudengan berkali-kali, berrrrrrulang-ulang dari para ulama yang membuat aku bosan, muak melihat kehidupan asli mereka yang tidak lebih baik dari ahlak seorang supir antar jemput sekolah. Adakah jawaban lain, selain aku belum naik kelas ?


Tuhan : kalau kau belum naik kelas, aku terpaksa mengulanginya, bahkan bukan tidak mungkin akan kuberikan kau soal yang lebih mudah sesuai dengan kemunduranmu, sehingga di lain waktu kau harus bekerja keras dua kali lipat untuk menyelesaikan soal yang sama yang dulu pernah kuberikan. Dan masih dengan kemungkinan kau bisa tidak lulus lagi.

Hamba : haruskah setiap waktu kau berikan soal2 itu, bolehkah kuminta saja kau menghentikannya, karena aku merasa sudah cukup banyak tahu ?
Tuhan : apa yang akan kau lakukan ketika anakmu menghendaki berhenti belajar apapun, karena dia merasa sudah banyak memiliki ilmu ? apa yang kau lakukan jika ia menghendaki tak berbuat apapun sepanjang sisa umurnya ? itukah yang kau inginkan ?

Hamba : kalau begitu, bagaimana caranya agar aku di perhatikan olehMu, dibantu ketika merasa buntu, disayang ketika jatuh sakit dan terpuruk ? aku berusaha memohon padaMu, tapi sepertinya tak dindahkan.

Tuhan : jika anakmu lebih dari satu, atau mungkin hanya satu –sama saja- apa yang membuatmu lebih sayang kepadanya dibanding lainnya ?

Hamba : yang selalu mengikuti perintahku, memahami keinginanku atas dirinya, yang bertanya tanpa kurang ajar, yang memprotes tanpa lupa tetap merendah.

Tuhan : jikalau begitu, turuti semua perintahKU, jauhi segala yang tidak KUsuka, sampaikan keluhmu tanpa perlu kau lakukan yang KUbenci, selalu mencoba pahami apa yang KUinginkan atas kehadiranmu di dunia.

Hamba : rasanya semua itu sudah pernah aku lakukan, tapi mengapa aku merasa KAU pilih kasih, KAU tidak adil , aku tak pernah KAU beri kesempatan untuk merasakan nikmatMu lebih lama ?

Tuhan : pernahkah kau temui anakmu mencampakkan dan tidak menghiraukan mainan terbaik yang sengaja kau belikan untuknya sebagai hadiah atas prestasinya yang luar biasa ? apa yang kau lakukan terhadapnya jika kau marah ? akankah kau buang mainannya itu ? atau kau peringati dia sebelum kau marah terlalu dan membuang mainannya ?
Hamba : mungkin. Bisa ya, bisa juga tidak, jika kesabaranku habis.

Tuhan : Kesabaran bukan kata yang tepat untukku. Kuasaku yang menyelamatkanmu. Aku berkuasa merampas kembali dengan paksa semua yang telah Kuhadiahkan kepadamu, tanpa perlu Kubertanya atau memperingatkanmu, jika memang itu Kurasa terbaik bagimu. Itukah yang kau inginkan dariKu, menunggu marahKU yang terlalu, baru kau tersadar dan menyesal ? meratapi hadiah-hadiah dariKu yang telah hilang binasa ? Perlukah hal itu terjadi lebih dulu, sesal tiada guna yang datang kemudian ?


Hamba : Terdiam. Tercenung. Tergugu. Berkontemplasi. Tak mampu meneteskan air mata, sudah kering. Dadanya sesak, tapi seluruh air dalam tubuhnya tersangkut di tenggorokan, membuatnya tercekat.


Tuhan : bertanyalah padaku, aku akan senang membantumu. Jangan kau bertanya pada yang lain, sama halnya seperti kau duakan Aku, Aku takkan senang. Sapalah Aku, disela-sela perjalananmu, disetiap jengkal kau istirahatkan kakimu, disetiap waktu kau basuh wajahmu ketika kau merasa kering. Aku akan setia melayani semua pertanyaanmu, semua kekurangajaranmu, semua protes kerasmu, bahkan terkadang cacianmu padaKu, selama tak kau duakan Aku, tak kau dustakan ucapanKu. Aku senang kau mau belajar, kau mau berusaha bertahan demi menyelesaikan sisa perjalananmu. Aku senang kau berharap sesuatu yang kau impikan akan menjadi nyata di akhir perjalananmu, karena itu artinya kau percaya pada KU. Itu artinya kau berterimakasih pada KU. Tetaplah bertanya pada KU, tetaplah meminta petunjuk KU, karena Aku takkan bisa mendengar jika tak ada satu patah katapun kau tujukan pada KU. Bukan kata-kata yang kau hapalkan setiap hari, tapi HANYA bisikan yang kau lafazkan dengan penuh cinta yang mampu Kudengar indahnya, tentu saja jawaban indah yang akan Kuberikan padamu.

Hamba : cukupkah hanya kata maaf yang hamba ucapkan ? tak tahu lagi harus berkata apa, serasa semua pertanyaanku adalah pertanyaan bodoh, idiot. Aku mohon maafMu…

Tuhan : sudah kumaafkan sebelum kau memintanya, jika kau rasa kalimatmu belumlah cukup, buatKu cukup sudah jika kau melanjutkan sisa perjalananmu ini dengan satu keyakinan yang bertambah, bahwa Aku menghadiahkan ini semua untukmu. Tak ada tindakanmu yang terlalu kurang ajar selain berpaling dariku. Ingatkan dirimu untuk selalu menjauhkan perbuatan itu. Tanyalah padaKu, memintalah padaKu, yakinlah akan ketentuanKu yang terbaik bagimu.

2 comments:

Chic said...

... that you don't know what you've got til' its gone? :D

Aubrey.ade said...

@Chic : that's exactly what I mean..:)
never let go of it, be grateful always